Politik uang atau politik perut adalah suatu bentuk
pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak
menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya
dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan
menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk
pelanggaran kampanye. Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang,
sembako antara lain beras, minyak dan gula, dll kepada masyarakat dengan
tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya
untuk partai/calon yang bersangkutan.
"Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut
undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik
supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia
menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman
penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada
pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu."
Sejak sebelum ditetapkan sebagai bacaleg, sudah banyak orang yang mendatangiku baik langsung maupun melalui alat komunikasi untuk menawarkan diri sebagai tim sukses, penggalang massa, maupun pelaksana lapangan untuk memenangkan diriku agar bisa menempati posisi sebagai anggota DPRRI, sebagai wakil rakyat yang berkantor di Senayan. Hampir semuanya mengatakan bahwa berdasarkan pengalaman mereka, untuk mendulang suara diperlukan biaya mulai dari sekedar snack, makan siang, sembako, sampai uang transport bahkan uang pengganti penghasilan mereka hari itu karena harus berkumpul ke tempat yang ditentukan.
Tentu saja semua aku tolak dengan halus karena aku sama sekali tidak berniat mendulang suara dengan cara tersebut. Dan tidak sedikit yang mencibirku mengatakan bahwa aku pemimpi, tidak logis, sok idealis, dan akan ketinggalan kereta karena hampir semua calon melakukan hal yang sama dengan penyajian yang beragam menyiasati agar terhindar dari jeratan peraturan yang melarang adanya politik uang.
Aku tidak perlu siasat apa-apa, karena aku sama sekali tidak melakukan politik uang. Uang yang aku libatkan dalam kampanyeku hanyalah biaya untuk ongkos transportasi, penginapan jika harus, karena aku harus ke dapilku untuk sosialisasi, koordinasi, maupun menyerap aspirasi. Lalu untuk membeli alat kampanye seperti kartu nama, banner, spanduk (sedikit sekali), maupun pulsa untuk koordinasi melalui telpon maupun pulsa data untuk berinternet.
Itupun aku berusaha sehemat mungkin. Jika harus ke Dapil atau ke manapun untuk koordinasi maka aku akan memilih moda angkutan yang murah meski tetep mencari yang cukup nyaman. Kereta atau bis masih menjadi pilihan jika tidak mendapatkan tiket pesawat promo. Losmen atau hotel melati menjadi pilihan jika harus menginap. Berbagi dalam pembuatan spanduk, kalender, juga aku lakukan dengan memilih kampanye tandem dengan caleg DPRD Propinsi maupun Kabupaten Kota.
Ya.....aku tidak ingin membebani pencalonanku dengan biaya tinggi apalagi politik uang. Aku memilih untuk menerapkan demokrasi yang murah, politik berbiaya rendah, agar jika aku nanti terpilih maka aku tidak akan mencari cara untuk mengembalikan biaya kampanyeku dengan korupsi. Pun jika aku belum dipercaya rakyat maka aku tidak akan stress karena biaya yang telah aku keluarkan hanyalah sebesar biaya yang aku ikhlaskan sebagai infaq, sebagai urunanku kepada demokrasi, kepada negaraku, kepada rakyat, pemegang kedaulatan tertinggi di negaraku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar